Gamelan Cinta Sang Legenda, Bukti Sejarah Kerajaan Sintang

www.detiksaga.com ,Sintang: Suatu siang yang teduh  kami bertandang ke Keraton  Sintang menemui Cik Thamrin  Juru Kunci Keraton Almukaramah  Sintang , Sebelumnya  lelaki 73 tahun ini berjanji membawa kami masuk ke satu ruangan musium di Keraton Sintang.

Keraton Almukaromah ini letaknya  tepat menghadap  persimpangan sungai Kapuas dan Melawi di kelurahan Kapuas Kiri Hilir Sintang Kalimantan Barat, Hari itu Cik Thamrin ingin memastikan pada kami tentang cerita cinta yang melegenda antara Putri dara Juanti dan Patih Lohgender.

Keraton berdinding dan berlantai  kayu ulin yang kini menjadi musium Dara Juanti ini menjadi sejarah legenda cinta Dara Juanti dan Patih Logender sekaligus menjadi bukti bahwa  suku Jawa dan Dayak di Sintang memiliki tali persaudaraan yang sangat kuat.

Di salah satu ruangan musium 6 kali 10 Dara Juanti ini Cik Thamrin menunjukan beberapa barang hantaran Patih Loh Gender pada sebuah lemari kaca  berupa sebongkah  tanah Majapahit yang kini sudah menjadi batu, beberapa tempat perhiasan seukuran  mangkok sayur yang terbuat dari emas putih.

“ Ini alat- alat mas kawin, gelang kalung cincin dan sebagainya ada di sini ini namanya kompu, beratnya 3,8 kilo,” katanya.

Satu yang paling menarik dari  mas kawin patih lohgender dengan putri Dara Juanti  ini adanya  seperangkat gamelan yang sudah berusia 6 setengah abad lebih, kayu jati gamelan ini sudah kropos dan terdapat lobang   disana- sini namun dari ukirannya terlihat jelas bermotif  barong pada reog ponorogo.

Terdapat  ukiran burung Garuda yang berada di tiang gantungan Gong, ukiran burung garuda  menurut Cik Tamrin burung garuda inilah yang kemudian menjadi lambang kerajaan Sintang.

” Ukiran Burung  garuda itu yang kemudian jadi inspirasi Sultan Sintang itu menjadi lambang Kerajaan,” beber juru kunci yang tumbuh besar di kawasan keraton ini.

Pada rancangan awal yang diajukan Sultan Hamid II Syarif Abdul Hamid, kepala Garuda masih berjambul. Kemudian rancangan kepala Garuda yang diresmikan sebagai lambang negara pada 11 Februari 1950 itu tanpa jambul.

Selain itu, jumlah helai bulu pada leher, sayap, dan ekor Garuda disesuaikan. Jumlah helai bulu leher 45 yang merepresentasikan 2 angka terakhir tahun kemerdekaan. Ada 17 helai bulu pada setiap sayap, yang berarti tanggal kemerdekaan.

Kemudian, 8 helai bulu ekor melambangkan bulan kemerdekaan, yakni Agustus. Dan 19 helai bulu pada pangkal ekor yang menunjukkan  2 digit pertama tahun kemerdekaan.

“Jadi memang kisah cinta dan pernikahan antara Patih Lohgendor dan Putri Dara Juanti yang menjadi cikal bakal terbentuknya lambang Garuda Indonesia,” tandas  juru kunci Istana Sintang Cik Thamrin.

Perangkat Gamelan seperti kenong  dan  bonang sudah tidak lengkap lagi menurut Cik Thamrin perangkat gamelan ini  sempat tidak terurus .

“ Dulu gamelan ini dua set, tapi sekarang tidak lengkap lagi karena sudah banyak hilang, barang barang ini kan sempat mau diambil Jepang maka di sembunyikan di bawah kolong,  yang ada sekarang hanya sekitar 40 persen lagi yang bisa berbunyi,” Katanya.20170620_105943Seperangkat gamelan dan barang- barang pusaka ini kata Cik Thamrin menjadi bukti sejarah berdirinya kota Sintang maka harus di jaga keberadaanya jangan sampai hilang atau berkurang.

Suharna salah seorang pengunjung  warga Jogja yang sengaja datang ke Museum Dara Juanti seperti paham betul dengan legenda Majapahit dan Dara Juanti ini, menurutnya cerita ini  merupakan sejarah, bahkan hubungan Keraton Solo dan Sintang masih sering melakukan pertemuan.

“ Ini fakta dan bukti Sejarah sehingga tidak bisa di lupakan, maka orang Jawa dari Majapahit dan Orang Dayak memiliki keterkaitan sangat erat, Raja- raja di Jawa seperti Jogja dan Solo hingga kini masih sering melakukan pertemuan bersama dengan kesultanan Sintang,” Jelasnya.

Ada orang lain yang  juga faham tentang sejarah Sintang ini, Ia adalah  Kekerabatan muda  keraton Almukaromah Sintang Gusti Muhammad Fadli  kami menggali Informasi lain tentang keberadaan Gamelan di Kesultanan Sintang ini , di Kediamanya yang hanya 100 meter dari kawasan keraton Sintang kami menemui Gusti fadli .

Penulis buku berbagai Budaya Sintang ini  menceritakan sejarah gamelan sejak awal, menurutnya  dul gamelan ini pernah  dimainkan pada ritual-ritual adat di keraton seperti Umpan benua  dan acara- acara di keraton Almukaramah Sintang.

“ Gamelan ini sebuah legenda cinta patih logender dan dara Juanti,” katanya membuka cerita.

Selain Gamelan ini Dara Juanti juga meminta 40 warga jawa yang memiliki pengetahuan terhadap gamelan maupun bercocok tanam untuk menetap di Sintang.

“Peradaban Jawa yang di pengaruhi musik gamelan ini  memang begitu berpengaruh kuat terhadap karakter dalam seni budaya bagi masyarakat Sintang, bahkan sampai pada penyebutan gelar seperti  Raden, Gusti, Pangeran dan Ade,” Papar  Gusti Muhamad fadli.

Pemeliharaan terhadap Situs-situs sejarah yang ada di Sintang  dinilai Gusti Muhammad Fadli kurang di perhatikan oleh pemerintah,  bahkan  beberapa situs yang telah di tetapkan menjadi cagar budaya  oleh pemerintah mengancam akan keluar dari cagar budaya karena  kesulitan mendapatkan biaya pemeliharaan.

“ Seperti masjid Jam20170620_105937ik Sultan nata yang berada di sebelah keraton itu, saat ini bagian atapnya sudah bocor tapi kami tidak dapat merehabnya karena alasan masuk dalam cagar budaya sehingga tidak boleh merubahnya, tapi ini kan tidak bisa dibiarkan bocor yang justru akan rusak,”  ujar pria yang bekerja di Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Sintang ini.

Kepala bidang kebudayaan pada dinas Pendidikan dan Kebudayaan Siti Musrikah menyatakan  gamelan ini merupakan symbol sejarah sehingga ini pihaknya tidak akan memindahkan barang- barang tersebut dari keraton ke Musium.

Siti Musrikah mengatakan pemeliharaan keraton dan isinya merupakan bagian tanggung jawab bidang kebudayaan pada Dinas pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten sintang, pihaknya juga telah mengajak pihak keraton untuk mempelajari konservasi barang- barang ini namun belum terlaksana.

“Perawatan barang –barang pusaka dan seperangkat gamelan ini perlu kehlian tersendiri ada cara pembersihanya sebab membersihkan kuningan, besi atau perunggu di perlakukan berbeda, sebagian gamelan di keraton sudah rusak karena kurang mendapatkan perawatan,” tuturnya.

Kendati dengan alasan kurang perawatan pihak Dinas Pendidikan dan kebudayaan kata Siti Musrikah tidak akan memindahkan barang- barang hantaran patih legender ini ke Musium milik pemkab Sintang  karena mempertimbangkan nilai nilai historisnya.

“ Secara teory bagaimana membangun Museum, kami tidak akan memindahkan apapun dari kraton ke Musium kita , bagaimanapun sejarah itu di biarkan melekat pada tempatnya, ya biarkan dirawat disana dan di jaga,” ungkapnya.garuda gamelan

Dinas Pendidikan Kabupaten Sintang juga akan mendapatkan Pelog Sendro yang jumlahnya mencapai ratusan buah yang nantinya  di gunakan untuk anak-anak Sintang  yang tidak terbatas pada suku jawa saja untuk mempelajari tangga nada musik  gamelan.

“ Warga jawa di Sintang juga banyak, dan Sintang juga sangat baik dalam menjaga kultur budaya yang hidup dan tumbuh di Sintang,” Ujar Musikah.

Sultan Sintang, Kesuma Negara V Sri Negara Ikhsan Perdana, mengatakan seperangkat gending yang berada di keraton almukarammah Sintang  menegaskan bahwa Majapahit dan Sintang telah memiliki tali persaudaraan yang erat sejak enam abad lalu.

Inilah yang menjadi alasan kenapa warga Jawa yang telah menginjakan kaki di Sintang seperti berada di negeri sendiri, negeri leluhurnya dari pertalian cinta sang legenda .

Penulis : Taufik Hidayat

 

Komentar

Detiksaga News